1.
Hari Kesaktian
Pancasila
Setiap bulan Oktober kita selalu mengenang
peristiwa penting bagi bangsa Indonesia yakni hari kesaktian Pancasila.
Peristiwa Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (PKI) bagi bangsa
Indonesia mungkin tidak akan pernah dilupakan, pasalnya dalam peristiwa
tersebut menewaskan 6 jenderal yang dibunuh secara keji oleh PKI.
Terbongkarnya sejarah hitam G 30 S/PKI itu
kemudian dijadikan cikal bakal peringatan hari kesaktian Pancasila. Kita semua
tahu dari pelajaran di sekolah apa sebabnya diberi nama hari kesaktian
Pancasila. Telah terbukti dalam sejarah bahwa Pancasila itu ampuh dan
berhasil menghalau serta menumpas komunis dan PKI dari bumi Indonesia,
menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun
1965. Meskipun sampai kini sejarawan masih melakukan kajian-kajian mendalam
terhadap tudingan pelaku pembantaian keenam jenderal dan seorang letnan
tersebut.
Seiring dengan perkembangan politik dan mekanisme
kepemimpinan di negara ini, maka lambat laun peringatan hari kesaktian
Pancasila juga mulai dilupakan atau bahkan ditiadakan. Ketika di zaman orde
baru hari kesaktian Pancasila begitu meriah diadakan baik dalam bentuk upacara
maupun kegiatan lain baik di sekolah maupun instansi pemerintah. Maka kini
seiring dengan perubahan-perubahan mendasar di bidang pemerintahan di era
reformasi maka peringatan tersebut cenderung sepi dan mulai ditinggalkan.
Peringatan pada momentum bersejarah penting untuk
untuk dilakukan walaupun itu hanya dalam bentuk upacara saja. Tapi kenyataan
yang terjadi sekarang sungguh sangat memprihatinkan, karena untuk upacara bendera
hari kesaktian Pancasila yang tidak memakan waktu lebih dari dari satu jam saja
hampir tiap sekolah tidak ada yang memperingatinya karena tidak ada
seruan dan himbauan baik itu dalam bentuk surat ataupun lainnya. Kalau
toh ada ada sedikit peringatan hanya ditingkat pusat saja berupa tabur bunga di
Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya Jakarta.
Selain eforia yang
berlebihan pada era reformasi sekarang ini, maka ditinggalkannya peringatan
hari kesaktian Pancasila sekarang ini karena Peringatan ini dianggap tidak
terlalu penting karena kewaspadaan terhadap partai Komunis sudah mulai
berkurang, seiiring dengan keberhasilan pembangunan khususnya bidang politik
dan keamanan yang dianggap sudah mampu menumpas bahaya disentegrasi bangsa yang
mengancam NKRI seperti yang terjadi di Aceh, Maluku, Papua dan lain-lain.
Selain itu Peringatan hari kesaktian Pancasila dianggap merupakan produk orde
baru, sehingga seiring dengan tumbangnya orde baru maka peringatan tersebut
cenderung ditiadakan, padahal tidak semua produk orde baru tersebut jelek dan
tidak dilaksanakan sebagai wujud dan kepedulian kita terhadap ideologi
Pancasila sebagai ideologi nasional yang mengalami percobaan berkali-kali.
2. MAKNA KESAKTIAN PANCASILA TERHADAP
KEPRIBADIAN BANGSA
Sebagai dasar
negara, Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan.Melainkan juga Pancasila dapat dikatakan sebagai sumber
moralitas terutama dalam hubungan dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta
berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Pancasila mengandung berbagai
makna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara :
1. Makna Moralitas.
Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” mengandung
pengertian bahwa negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang hanya
berdasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara pada legitimasi
religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi
religius, melainkan berdasarkan legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi.
Oleh karenanya asas sila pertama Pancasila lebih berkaitan dengan legitimasi moralitas.
Para pejabat eksekutif,
anggota legislatif, maupun yudikatif, para pejabat negara, serta para penegak
hukum, haruslah menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi
demokratis yang kita junjung, juga harus diikutsertakan dengan legitimasi moral.
Misalnya, suatu kebijakan sesuai hukum, tapi belum tentu sesuai dengan moral.
Salah satu contoh yang
teranyar yakni gaji para pejabat penyelenggara negara itu sesuai dengan hukum,
namun mengingat kondisi rakyat yang sangat menderita belum tentu layak secara
moral (legitimasi moral).
Hal inilah yang membedakan
negara yang berketuhanan Yang Maha Esa dengan negara teokrasi. Walaupun
dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara
moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai Tuhan terutama hukum
serta moral dalam kehidupan bernegara.
2.
Makna Kemanusiaan.
“Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab” mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab, selain terkait juga dengan
nilai-nilai moralitas dalm kehidupan bernegara.
Negara pada prinsipnya adalah
merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa
Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama-sama
dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup
demi kesejahteraan bersama.
Kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia
yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan norma-norma
baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap lingkungannya.
Oleh Karena itu, manusia pada
hakikatnya merupakan asas yang bersifat fundamental dan mutlak dalam kehidupan
negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapat jaminan
hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar
(asas) manusia. Selain itu, asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar
moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
3. Makna Keadilan.
Sebagai bangsa yang hidup
bersama dalam suatu negara, sudah barang tentu keadilan dalam hidup bersama
sebagaimana yang terkandung dalam sila II dan V adalah merupakan tujuan dalam
kehidupan negara. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa pada
hakikatnya manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat
adil.
Dalam pengertian hal ini juga
bahwa hakikatnya manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil
terhadap manusia lain, adil terhadap lingkungannya, adil terhadap bangsa dan
negara, serta adil terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta
pembagian senantiasa harus berdasarkan atas keadilan. Pelanggaran atas
prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Makna Persatuan.
Dalam sila “Persatuan
Indonesia” sebagaimana yang terkandung dalam sila III, Pancasila
mengandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia
monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara merupakan
suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara
berupa suku, ras, kelompok, golongan, dan agama. Konsekuensinya negara adalah
beraneka ragam tetapi tetap satu sebagaimana yang tertuang dalam slogan negara
yakni Bhinneka Tunggal Ika.
5. Makna Demokrasi.
Negara adalah dari rakyat dan
untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan
negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung makna demokrasi yang secara
mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Maka nilai-nilai demokrasi
yang terkandung dalam Pancasila adalah adanya kebebasan dalam memeluk agama dan
keyakinannya, adanya kebebasan berkelompok, adanya kebebasan berpendapat dan
menyuarakan opininya, serta kebebasan
yang secara moral dan etika harus sesuai dengan prinsip kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Terlebih lagi
hingga kini kita selaku bangsa tentulah malu terhadap para pendiri negara yang
telah bersusah payah meletakkan pondasi negara berupa Pancasila, sedangkan kita
kini seakan lupa dengan tidak melaksanakan nilai-nilai Pancasila yang sangat
sakti tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar